Psikologi Indonesia

Written By Budi Santosa on Senin, Mei 02, 2011 | 16.51

Salam Psikologi Klinis dari saya Marbusan.Saudara,berbicara mengenai SEFT memang menarik terutama apabila mendapatkan sumber langsung dan berhubungan dengan Gary Craig , sang pengembang EFT .Banyak artikel yang saya pelajari dan sebagaimana manusia rakus ilmu lainnya , semakin banyak pula pertanyaan yang muncul  tentang ilmu tersebut . SEFT menurut penulis adalah suatu bentuk dimensi Theological and Social  Acceptance and Releasing ( TSAR)  yang merupakan gabungan antara kepasrahan terhadap Ilahi ,kedekatan social , dan pelepasan beban .Bagaimana lengkapnya? Silahkan membaca uraian berikut ini.


Saudara, pada judul diatas penulis menyebutkan SEFT dan TSAR .Dengan tidak bermaksud menunggangi SEFT yang dikembangkan sebelumnya , TSAR adalah suatu bauran dimensi yang menyertai dalam pelaksanaan SEFT ,sehingga TSAR bukanlah metode baru. Saudara, TSAR yang saya sebutkan adalah dimensi Theological and Social  Acceptance and Releasing.

I. FAKTOR SOCIAL dalam PELAKSANAAN SEFT

Sebagaimana diketahui bahwa dalam unsur Psikologi , seperti contohnya dalam Psikotest maka pemahaman terhadap culture  subyek  pelaksanaan tindakan Psikologi adalah wajib untuk tetap diperhatikan .  Penulis yakin bahwa pengembang SEFT pun juga mengetahui bahwa karakteristik penduduk di Indonesia sangat berbeda dengan kultur di Australia tempat EFT pertama kali dikembangkan . Adalah sangat tepat untuk memasukkan unsur Spiritual  mengingat sebagaian besar penduduk bangsa kita adalah masyarakat bertipe relijius . Namun, mungkin anda akan bertanya mengapa saya perlu membahas dimensi social  kali ini ?

Sepanjang pengamatan penulis dari kacamata Psikologis, penulis menarik kesimpulan bahwa karakteristik kepibadian masyarakat Indonesia adalah masyarakat dengan tingkat kepercayaan diri rendah, suka berkelompok ,tidak suka untuk mengambil keputusan dan cenderung mengikuti pendapat orang yang dianggap “berpengaruh” atau ketua kelompoknya.Bagi anda pembaca yang berasal dari ranah ilmu sosiologi, anda akan setuju bila penulis menyimpulkan bahwa kita adalah tipe masyarakat paguyuban dengan tiga komponen utamanya yaitu knowing each other,exclusive,dan inter activity. Dengan pembahasan ini, penulis cenderung melihat kurang berhasilnya terapi SEFT apabila dilakukan oleh pasien itu sendiri .

 Pembahasan selanjutnya mengenai dimensi social akan belanjut dengan melihat pada need of being touched (Ingat needs of love dari hirarki Maslow ) pada manusia ,dimana seorang individu memiliki kecenderungan untuk berobat kepada orang lain daripada ia berobat sendiri .Hal yang perlu diiingat bahwa apabila kita berbicara SEFT atau metode penyembuhan apapun, maka kita berbicara tentang orang dengan permasalahan tertentu sehingga pendekatannya seringkali tidak bisa dengan mengajarkan orang tersebut teknik pengobatan , namun juga harus ada pendekatan secara pribadi .

II.APLIKASI TERAPI KELOMPOK bagi PENANGANAN KASUS SPESIFIK

Saudara ,bagi orang yang sakit mendapatkan empati dan mendapatkan perasaan bahwa mereka didengarkan adalah hal utama yang mereka cari .Pengobatan secara fisik memang diperlukan namun bisa jadi tidak menjadi factor utama .Contoh , seorang penderita trauma akibat kekerasan dalam rumah tangga yang tingkat kepercayaan dirinya rendah maka faktor empati, perasaan  didengarkan akan lebih bermanfaat bagi dirinya

Terlebih apabila dia dilakukan terapi  kelompok dengan permasalahan yang sejenis .Penulis berkeyakinan dalam kasus-kasus spesifik seperti ini,mengajarkan teknik SEFT untuk dilakukan sendiri tidak akan membawa hasil yang optimal, sebagaimana penelitian pengaruh terapi self hypnosis untuk menghentikan kebiasaan merokok pada kalangan pria dewasa dini yang pernah dilakukan penulis .Sekali lagi, untuk kasus dengan spsifikasi khusus, gunakanlah metode terapi kelompok terutama kelompok yang bersifat homogen.


III.KESADARAN ILAHIAH

Penulis sekarang akan mengajak pembaca membahas mengenai Dimensi yang lain dalam konteks TSAR yaitu Theological Acceptance and Releasing.Saudara,dalam terapi Psikologis entah itu NLP,Yoga ,Hypnotherapy maupun SEFT selalu menekankan pada titik acceptance and releasing  dimana setiap permasalahan yang dirasakan bukanlah dilawan, melainkan untuk diterima (dalam hal ini meningkatkan self consciousness) dan kemudian dengan penguasaan diri tersebut maka permasalahan tersebut disingkirkan .

Saat ini dengan keterbatasan pengetahuan dari penulis , SEFT merupakan salah satu dari sedikit metode penyembuhan dengan menekankan pada proses pengenalan ilahiah dimana subyek diajak untuk bersikap pasrah dan khusyuk serta menerima permasalahan yang ia hadapi untuk kemudian dengan kesadaran Shangrilla ( maaf ,saya menggunakan istilah  Anand Krishna ) dan ilahiah tersebut menguasai dan mengeluarkan permasalahan yang ia alami. Pada saat itulah , keadaan seimbang dapat tercapai .

Mengapa dimensi TSAR diperlukan dalam terapi ? Saudara, pada saat anda menghadapi masalah ,terkadang masalah anda akan semaki berat apabila ada penyangkalan (denial) dari sang penderita . Dengan adanya acceptance  secara vertikal kepada Tuhan , maka energy spiritual akan dibangkitkan dan memberikan semangat , fokus untuk tetap sembuh , mengurangi kecemasan , dan memberikan kebahagiaan .Faktor –faktor tersebut itulah yang esensial bagi usaha penyembuhan , dan tidak dapat ditemukan pada orang yang putus asa .

IV. PEMBUKTIAN SECARA ILMIAH

Pada bab terakhir ini penulis kembali mengingatkan bahwa SEFT masih menghadapi tantangan , antara lain untuk bisa menjelaskan secara medis ilmiah cara kerja SEFT tersebut .Ingat bahwa sampai saat ini penjelasan SEFT masih berkutat pada kumparan energi , cakra , dan sebagainya yang (maaf) bagi kalangan akademisi kedokteran masih diragukan keabsahannya .

Tantangan berikutnya adalah pertanyaan mengenai pencapaian kesembuhan dengan terapi SEFT .Apakah (khususnya bagi subyek dengan permasalahan klinis medis) ,klaim sembuh yang selama ini didengungkan benar-benar telah menyentuh primary cause  dari penyakit tersebut atau semata-mata menghilangkan Symptom ataupun syndroma nya?

 Apakah metode tersebut didapat murni dari terapi SEFT semata? Sebagai contoh, penulis permah melakukan SEFT pada penderita kanker payudara yang juga menjalani kemoterapi .Pada saat pemeriksaan laboratorium, kadar CEA pasien menurun dengan signifikan ,namun masih menyiskan pertanyaan apakah penurunan kadar CEA tersebut berasal dari terapi SEFT,dari efek kemoterapi , atau ada efek sinergis diantara keduanya?

Lain halnya apabila dengan keterbatasan penjelasan cara kerjanya , pengembang SEFT dapat melakukan penelitian secara medis pengaruh SEFT (secara murni) pada pasien dengan satu jenis kelainan fisik (misalnya pasien gagal ginjal ) dibandingkan dengan pasien dengan penyakit yang sama dengan pengobatan medis dari dokter dan tanpa SEFT untuk kemudian dilakukan pemeriksaan laboratorium.

Dengan semangat keilmuan ,penulis yang berasal dari pemikir Psikologi yang juga seorang praktisi kesehatan dan laboratorium  yang didukung oleh sebuah laboratorium swasta mengajukan tawaran terbuka kepada pengembang SEFT untuk melakukan penelitian ilmiah tersebut . Hal ini adalah langkah akademis yang penting untuk menjawab eksistensi keilmiahan terutama dari bukti empiris SEFT itu sendiri . Penulis sendiri dapat menyediakan tenaga statistikawan handal untuk melakukan uji statistik penelitian tersebut .

Saudara , demikian catatan penulis kali ini semoga dapat dipetik manfaatnya.Salam psikologi klinis dari saya,Marbusan.




G+

Anda baru saja membaca artikel tentang SEFT dalam dimensi TSAR ( Theological Social Acceptance and Releasing ). Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan masukan email anda dibawah ini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel terbaru dari Psikologi Indonesia
feedburner

0 komentar:

Psikologi Indonesia © 2014. All Rights Reserved.
Template SimpleCips By psikologiindonesia.blogspot.com , Powered By Blogger