Psikologi Indonesia

Written By Budi Santosa on Senin, Mei 02, 2011 | 18.03


Salam kelirumologi dari Marbusan . Setelah sangat lama Marbusan bertapa, kali ini sebuah tulisan akan coba Marbusan persembahkan kepada Marmotji (sungguh , Marbusan sampai saat ini sangat benci kepada orang yang menyematkan kalimat almarhum kepada beliau). Sungguh , artikel ini adalah yang terberat bagi Marbusan ,karena semenjak kepergian Marmotji entah kenapa jemari Marbusan begitu berat untuk mengetik kata demi kata karena biasanya kami selalu “berargumen” sebelum sebuah naskah diupload ke berbagi.net .Namun,Marbusan tahu hanya dengan terus menulislah Marbusan akan terus memberikan penghormatan kepada beliau .

I.                   PENDIDIKAN KITA , HUKUMAN ATAU SEMANGAT?
Saudara , kali ini Marbusan akan membahas mengenai dunia pendidikan di Indonesia , dimana masih banyak pro dan kontra mengenai pelaksanaannya . Sungguh, Marbusan bukanlah orang yang suka merendahkan diri sendiri apalagi bangsanya dengan mengumbar kejelekan sehingga seolah-olah tiada hal yang positif , namun tulisan demi tulisan merupakan sumbangsih bagi kemajuan Indonesia. Semoga bermanfaat .

Saudara , suatu hari Marbusan mendapatkan cerita dari seorang ayah yang baru saja pindah dari Indonesia ke Amerika justru mengeluh kepada guru putrinya. Beliau mengeluh dan mempertanyakan nilai sempurna atas sebuah karangan karya sang putri yang diberikan sang guru ,dimana menurut sang ayah yang kebetulan berpendidikan S3 luar negeri , karangan itu bahkan tak layak untuk mendapatkan nilai C sekalipun .Sekali lagi, beliau berpendapat bahwa terlalu banyak ketidaksempurnaan  dalam karangan tersebut, entah tata bahasa, kata waktu ,tanda baca , atau kesalahan – kesalahan lainnya .

Selanjutnya beliau bercerita kembali bahwa justru sang guru yang menjawab dengan jawaban yang takkan pernah ia lupakan .Sang Guru menjawab “ Untuk putri bapak yang baru saja pindah dari negara yang tidak berbahasa ibu Bahasa Inggris, percayalah, ini adalah karangan yang tidak sempurna namun sangat membanggakan.”

Sejurus kemudian sang ayah terdiam dan tersadar , bahwa makna pendidikan bukan mengajarkan untuk mencari menang atau kelah, bukan mengajar kesempurnaan , namun justru mengajarkan semangat untuk mencari ilmu dimana fungsi orang tua atau guru bukanlah sebagai “algojo” yang akan “menerkam “ si peserta didik bila ia melakukan ketidaksempurnaan namun justru memberikan stimulus penguat sehingga nilai yang tertanam bukanlah “takut salah”, tapi berani mencoba .

Ingatkah anda betapa “galak dan siap menerkamnya” dosen penguji laporan akhir anda? Marbusan berani berkata , bahwa Indonesia tidak banyak memiliki penulis buku , karena pola pikir terlanjur dibelenggu tata cara penulisan penelitian semasa sekolah atau kuliah , disamping bayang-bayang akan  “dipermalukan , diterkam, digojlok” bila karyanya tidak sempurna .Alasan inilah yang membuat mereka tidak menulis buku, atau memilih tidak mempublikasikan karya mereka .

Saudara , apakah definisi pendidikan bagi anda ? Apa pula patokan keberhasilan dan prestasi dalam pendidikan? Apakah embel-embel rangking 1, atau rangking 40 merupakan cerminan keberhasilan seseorang? Apakah seorang lulusan summa magna cumlaude with honor adalah jaminan kesuksesan hidup dibanding dengan “KOMPAS” alias Kaoem  IPK Sangat Ngepas ?

II . TEORI BELAJAR

Setidaknya seorang Jean Piaget ,seorang tokoh pendidikan pernah mengadakan sebuah penelitian yang berasal dari observasinya secara langsung dengan bertanya langsung kepada anak-anak mengenai pikiran mereka . Suatu hal menarik ,dimana ia tidak tertarik apakah seorang anak menjawab tepat sebuah pertanyaan , namun lebih kepada bagaimana ia mendapatkan jawaban tersebut .

Piaget memandang kecerdasan (intelegensia )sebagai suatu perluasan dari adaptasi biologis dan memiliki struktur logika .Pusat dari teori Piaget adalah epigenesis yang menyatakan pertumbuhan dan perkembangan terjadi dalam urutan serial ,dimana masing-masing dibangun pada penguasaan yang berhasil terhadap stadium selanjutnya .Secara singkat, ia berpendapat bahwa proses belajar adalah sebuah proses yang diwakili stadium-stadium tertentu sesuai usia dan tahapan-tahapan pertumbuhan dan perkembangan manusia.

Dalam teori belajar lainnya , Marbusan menemukan definisi belajar sebagai:
“ perubahan perilaku seseorang dalam situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalaman berulang terhadap situasi tersebut ,asalkan perilaku tersebut tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon alami seseorang, kematangan, atau keadaan yang sementara “
Jadi jelaslah bahwa dalam proses belajar yang ditekankan adalah perubahan perilaku ,yang mencerminkan perkembangan , atas dasar situasi yang dialami . Perlu saya tegaskan bahwa pendidikan bukanlah suatu kompetisi , tapi lebih kearah implementation toward better personality ,setidaknya itulah impian pendidikan , yaitu tercapainya pribadi dan kepribadian yang lebih mengingat masyarakat yang demikian majemukpun seringkali (dan memang bisa! ) dirubah oleh seorang pribadi yang luar biasa . Kita masih ingat (dalam tataran pengaruh ,terlepas pengaruh itu baik atau tidak ) ,Hitler yang pendek , berwal dari seorang prajurit rendah dapat kemudian menggenggam dunia .

III . HUBUNGAN MENDONGENG dan BELAJAR

Saudara , beberapa waktu lalu Marbusan bersama Marmujen pergi bersama ke sebuah forum temu wicara bersama komunitas pencinta dan juga penulis buku . Pernahkah anda mengamati bahwa pencinta buku atau kutu buku sebetulnya memiliki stereotype kepribadian yang sama?





Pernahkan anda mengamati bahwa penikmat buku adalah orang yang suka “menikmati dunia sepi tak terganggu yang bersifat pribadi” ? lebih jelasnya , bahwa pecinta buku/kutu buku seringkali akrab dengan stereotype psikologi orang introvert , suka menyendiri , seringkali bukanlah orang yang asertif ,suka menyendiri , pendiam ,atau bila bergaul dengan manusia lain cenderung bersikap eksklusif? (kira-kira ada yang marah nggak ya? ….)

Secara logika, saya mengatakan demikian selain dari pengamatan namun juga karena alasan ilmiah ,yaitu membaca tulisan membutuhkan ketelitian dan ketelatenan ,keteraturan , yang seringkali didapatkan pada orang berdominan “pemikiran otak kiri “, dan tipe orang seperti itu dapat ditebak dengan mudah bukanlah orang yang “rame” , spontan , dan (maaf) bukan pula orang yang energik .

Lalu apa kaitannya dengan pendidikan ? Saudara, saya dan (almarhum) Marmotji dulu pernah membuat suatu “definisi “ buta huruf dimana bukanlah orang yang tidak bisa membaca atau menulis , namun “orang yang membaca kurang dari dua buku dalam sebulan “ .Namun seiring dengan pengamatan kami , maka ternyata Buta Huruf adalah orang yang kurang membaca kurang dari dua buku sebulan atau orang yang “Bisu Huruf” (orang yang tidak menyebarkan sedikitpun kepada orang lain apa yang telah dibacanya ) .Bila hal ini terjadi,maka tentunya penyeberan informasi hanya akan mengelompok pada sekelompok orang yang bisa mengakses informasi tersebut .

Pada saat saya masih anak-anak , jauh sebelum bisa membaca ,saya dapat dengan mudah menceritakan kepada orang lain mengenai legenda kancil melalui dongeng ibu (semoga Allah SWT selalu mengasihi beliau ,amin) .Sayapun dapat bergaya seperti guru dengan mengatakan pesan moral cerita tersebut kepada anak-anak yang lain .Anak sayapun dapat bercerita tentang cara memasak sop yang enak , bagaimana mengupas wortel semenjak usia 3 tahun sebagai akibat mendengar cerita ibunya yang hobi membaca majalah resep masakan . Hal ini sangat berpengaruh pada daya berpikir abstrak, kemampuan mencerna komunikasi verbal dan juga ingatan pada saat sang anak masuk kedalam dunia sekolah .Sayang ,sekali lagi sayang hal ini jarang dilakukan lagi ,dimana posisi pendongeng digantikan oleh Sinetron tak bermutu .


Saudara , saya mengingatkan kembali bahwa sudah ada yang salah dengan system pendidikan kita , dimana semuanya dianggap sebagai beban dan diperparah dengan cara pengajaran yang tidak menarik . Negara kita butuh orang pintar , namun buat apa satu orang pintar yang tidak bisa menjadikan orang lain pintar dengan ilmunya ?

Mungkin banyak orang yang lupa bahwa membaca komik lebih menyenangkan daripada membaca biografi seoranng pemimpin Negara,misalnya . Seringkali orang lupa bahwa belajar secara visual , melalui warna akan jauh menyenangkan dan efektif dibandingkan tulisan yang menjemukan .  Jangan Lupa pula bahwa proses mendengar yang menyenangkan dapat menjadi metode belajar yang bisa membuat seorang anak menjadi anak berbibit unggul . Contoh terapi musik klasik semenjak janin masih dalam kendungan adalah bukti yang nyata .

IV .KESIMPULAN

Saudara , seringkali orang mengatakan bahwa salah satu ciri bangsa yang besar adalah kegemaran rakyatnya membaca .Namun kembali lagi saya katakan bahwa membaca perlulah untuk dirangsang sedini mungkin .Caranya adalah dengan memperkenalkan dunia membaca sebagai dunia penuh keindahan,keajaiban ,dan sumber imajinasi bagi anak .Adalah tugas orang tua untuk menumbuhkan minat baca anak tanpa membebaninya dengan tugas yang tidak perlu hanya untuk memuaskan ambisi konyol orang tua .Sedangkan bagi kita yang sudah beranjak dewasa, adalah tugas kita untuk tidak Buta Huruf dengan cara membaca minimal dua buku dalam sebulan , serta tidak Bisu Huruf  atau tidak menceritakan sedikitpun tentang apa yang anda baca .Bukankah kitab suci menyuruh kita menyampaikan kepada orang lain meskipun hanya satu ayat?


Kepada para pencinta buku, penulis , pengajar sebaiknya melupakan “sedikit ego”kepenulisan dengan menyajikan kajian Full Ilmiah nan membingungkan demi gelar “manusia ilmiah “ .Hendaknya mari kita mencari cara untuk menyajikan kajian ilmiah secair mungkin dengan bahasa sepopuler mungkin agar anak didik kita memahami betapa indah warna-warni ilmu didunia  dan bukannya menganggap sebagai monster nan menakutkan . Terus terang , bila saya seorang dosen , saya akan berdoa semoga saya tidak akan dikenang sebagai orang yang menakutkan bagi anak didik saya ,karena hal itu hanya akan membuktikan bahwa marbusan adalah orang yang mendorong generasi penerus untuk menjadi musuh buku dan musuh pendidikan dengan cara menyajikan ilmu dengan cara yang menakutkan .Bagaimana dengan anda? Selamat hari Pendidikan . Untuk Om Marmotji , tulisan ini dipersembahkan kepada seorang pecinta ilmu sperti sampeyan…..




G+

Anda baru saja membaca artikel tentang KELIRUMOLOGI PENDIDIKAN. Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan masukan email anda dibawah ini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel terbaru dari Psikologi Indonesia
feedburner

0 komentar:

Psikologi Indonesia © 2014. All Rights Reserved.
Template SimpleCips By psikologiindonesia.blogspot.com , Powered By Blogger